Wednesday, February 15, 2012

Minggir! Anak Muda Mau Mimpin!


Melihat sekilas sampul buku ini sudah sangat terasa semangat kaum muda yang ingin ditanamkan oleh sang penulis, Eko Prasetyo. Begitupun dengan tampilan setiap halaman yang diramaikan oleh gambar yang sekaligus menjadi petunjuk bab yang berbeda. Bisa jadi orang akan terkecoh setelah membaca buku ini, terutama pada bab-bab awal. Isinya cukup “berat” bagi para pembaca yang mengharapkan sekedar bacaan menghibur di waktu senggang.
Tanpa basa-basi, Eko langsung mencambuk pemikiran kaum muda yang selama ini tidak kritis karena sistem dan justru ikut terhanyut merayakan kapitalisme. Laporan Diskusi yang mengawali buku ini, menceritakan suasana suatu diskusi, entah dilakukan kapan dan dimana,  yang menghadirkan tiga orang pembicara: seorang politikus muda yang telah melupakan semangat mudanya karena akhirnya pasrah pada sebuah partai yang isinya orang-orang tua tak bersemangat muda, seorang ilmuwan berumur yang telah menyepelekan demokrasi melalui angket-angket survaynya, dan terakhir, seorang penyanyi, pengamen, dan aktivis radikal. Penulis ingin menunjukkan bahwa ternyata masih ada anak-anak muda yang memiliki semangat untuk memperjuangkan keadilan bagi semua orang, dimana kondisi tersebut menjadi benda mahal yang sekarang sulit sekali dijangkau.
Selanjutnya, penulis memberikan kritikan-kritikan tajam pada banyak hal di negeri ini. Dari mulai pemerintahan yang tunduk begitu saja pada dogma pasar bebas, pembangunan yang merusak lingkungan demi mencapai keuntungan sebesar-besarnya, proses hukum terhadap rezim Orde Baru yang tidak kunjung selesai, para aktivis yang kemudian beralih menjadi pemain di ranah parlementer, para ilmuwan sosial yang menjadi pengabdi kekuasaan dan meninggalkan tugasnya sebagai agen perubahan, sampai ke isu paling hangat, Lapindo. Gerakan mahasiswa pun tidak luput dari kritikan Eko. Tidak seperti gerakan kaum muda di masa silam, gerakan kaum muda jaman sekarang cenderung berusaha menampilkan diri sebagai gerakan moral, yang justru menjadi tumpul dan gagal membawa perubahan signifikan pada perubahan di bumi Indonesia. Hal ini disebabkan kebanyakan gerakan mahasiswa dimotori oleh kaum menengah dan tidak mencoba merangkul masyarakat yang selama ini tertindas sehingga tidak memiliki dukungan massa yang solid untuk mewujudkan cita-cita bersama.
Soekarno, Semaoen, dan Mohammad Natsir
Imaginasi Eko tertuang dalam ”Waktunya Kalian Memimpin”. Ia membayangkan susana pada suatu malam yang dingin, ia dan teman-temannya sedang berdiskusi ringan tentang politik dengan atmosfer yang sangat sederhana, khas gerakan perjuangan, ruangan penuh buku, air teh, dan gorengan. Tiba-tiba Semaoen muncul di tengah-tengah mereka, disusul datangnya Soekarno muda. Nama Soekarno pasti tidak asing di telinga kita, namun Semaoen? Kita mungkin pernah mendengarnya sekilas di sekolah dulu ketika belajar sejarah Indonesia. Tapi karena ia dilekatkan dengan sebuah partai yang dilarang, citra negatifnya membuat ia terlupakan. Mengapa penulis menampilkan sosok yang kurang familiar?
Tumbangnya Soeharto telah membukakan jalan bahwa banyak fakta sejarah yang dihanguskan dan ditutup-tutupi mengenai Partai Komunis Indonesia, partai dengan massa terbesar di jamannya namun dituding melakukan gerakan mengerikan yang mengancam NKRI. Beberapa saksi mata sejarah berlomba menceritakan apa yang sebenarnya terjadi di masa itu. Pada masa pemerintahan Gus Dur sempat terjadi pro-kontra, saat sang Presiden mengusulkan mencabut ketetapan MPR yang memarjinalkan pengikut PKI dan anak cucunya.
Pada usia yang sangat muda, 18 tahun, Semoen telah menunjukkan kelihaiannya dalam mengumpulkan massa. Sarekat Islam (SI) Semarang yang ia pimpin mampu menambah anggota dari 1.700 hingga 20.000 orang hanya dalam waktu 1 tahun! Perjumpaannya dengan Sneevliet, Revolusi Rusia, dan konflik yang terjadi dalam SI, membuat Semaoen muda memutuskan untuk mendirikan PKI, partai yang secara progresif membela hak-hak kaum buruh, petani dan mengidam-idamkan pemerintah rakyat dan rakyat memegang kendali perdagangan dan perekonomian. Partai ini berhasil memimpin pemberontakan rakyat pada tahun 1926, pemberontakan pertama dan terbesar sepanjang gerakan politik melawan kolonial Belanda.
Soekarno, seperti kita tahu, mendirikan Partai Nasionalis Indonesia (PNI) pada tahun 1927, juga pada usianya yang masih muda, 24 tahun, saat ia masih menjadi mahasiswa Technische Hoge School (THS, sekarang ITB). Tujuan partai ini singkat dan lugas: mengusahakan kemerdekaan Indonesia. Propaganda partai dilakukan ke kampung-kampung dan kalangan buruh muda. Semangat Soekarno ia tularkan pada masyarakat melalui pidato-pidatonya yang penuh wibawa dan membawanya ke tampuk presiden pertama di republik ini.
Tokoh lain yang penulis gali adalah Mohammad Natsir, tokoh Masjumi, partai Islam yang berani dan demokratis. Konsistensi Masjumi untuk memperjuangkan nasib rakyat tercermin dari kesederhanaan para tokohnya, termasuk Natsir, sikap yang langka ditemui bahkan pada politisi yang mengatasnamakan agama di masa kini.
Komik
Tenang saja, ditengah tulisan-tulisannya yang menantang, Eko menyelipkan komik-komik strip dan ilustrasi yang cukup menghibur. Gambarnya memang sangat sederhana (entah style-nya memang seperti itu atau bagaimana), tapi pesan-pesan yang disampaikan lewat gambar tidak kalah tajam. Seru! Misalnya gambar ilustrasi di halaman 14 berjudul Perangkat Calon Pemimpin! Pada halaman itu digambarkan siapa saja perangkat calon pemimpin, ada artis atau selebritis yang cantik, tim survey yang siap dengan penelitian dengan hasil mengejutkan, kyai yang siap mendoakan calon pemimpin, mantan pejabat yang akan pura-pura memberikan kritik, dan tentu saja, massa yang banyak atau sedikit tergantung dana.
Komik di halaman 106 lain lagi. Judulnya Prestasi-prestasi Mengerikaaan! Ada Mbah Harto dengan prestasi sebagai pencuri tertinggi uang rakyat di dunia versi PBB. Ada anak-anak dan perempuan yang paling banyak diperdagangkan. Ada pesawat terbang yang dilarang masuk ke berbagai negara karena kredibilitasnya yang buruk di mata internasional. Barang-barang impor yang menguasai bahkan beras, minyak, dan pupuk yang negara kita sebetulnya kaya. Dan terakhir: Handphone! Sebagai kebutuhan primer tertinggi di negeri ini. Di gambar terakhir ini, tokohnya adalah seorang pemulung yang sedang berkomunikasi lewat HP 3G!

Data Buku
Judul : Minggir! Waktunya Gerakan Muda Memimpin!
Penulis : Eko Prasetyo
Penerbit : Resist Book
Cetakan : I, Mei 2008
Tebal : vi + 264 halaman

No comments:

Post a Comment